BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pemerintah sejak tahun 2004
mengawali reformasi birokrasi sebagai upaya untuk menata ulang fungsi-fungsi
pemerintahan yang selama ini dianggap berkinerja rendah. Reformasi birokrasi
berdasarkan Peraturan Persiden Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 2010 Tentang
Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025 ini memiliki tujuan yaitu: 1)
mengurangi dan akhirnya menghilangkan
setiap penyalahgunaan kewenangan publik oleh pejabat di instansi yang
bersangkutan; 2) menjadikan Negara yang memiliki birokrasi yang berkembang; 3)
meningkatkan mutu pelayanan kepada masyarakat; 4) meningkatkan mutu perumusan
dan pelaksanaan kebijakan /program instansi; 5) meningkatkan efisiensi (biaya
dan waktu) daalam pelaksanaan semua segi tugas organisasi; 6) menjadikan
birokrasi Indonesia antisipatif, proktif, dan efektif dalam menghadapi
globalisasi dan dinamika perubahan lingkungan strategis.
Untuk mewujudkan tujuan dari
reformasi birokrasi tersebut maka pada level mikro ada 8 area perubahan yang
harus dilakukan oleh pemerintah pusat maupun daerah yaitu: organissi,
tatalaksana, peraturan perundang-undangan, sumber daya manusia aparatur,
pengawasan, akuntabilitas, pelayanan publik, pola pikir ( mind set) dan budaya kerja (culture
set) Aparatur. Dari delapan area perubahan tersebut maka sumber daya
manusia sebagai motor penggerak organisasi. Olehnya itu perlu dilakukan
pengelolan yang baik agar dapat menghasilkan aparatur yang dapat berkinerja tinggi.
Sumber daya manusia yang
berkualitas merupakan sasaran utama dari reformasi birokrasi. Reformasi
birokrasi dapat dikatakan berhasil jika memenuhi tolak ukur yaitu tidak ada
korupsi, tidak ada pelanggaran, semua program selesai dengan baik, komunikasi dengan
publik baik, penggunaan waktu (jam kerja) efektif dan produktif, penerapan
reward dan phunishment secara
konsisten dan berkelanjutan.
Untuk mewujudkan reformasi
birokrasi Pemerintah Daerah maka dituntut untuk lebih kreatif dalam mengelola
sumber daya manusia, karena merekalah yang bertanggung jawab dalam meningkatkan
daya saing dan mengembangkan otonomi daerah. Selain itu juga dituntut untuk
memiliki birokrat-birokrat yang berkompetensi tinggi untuk memberikan pelayanan
publik yang lebih baik dan mengembangkan kapasitas pemerintah lokal.
Untuk mewujudkan Apratur
yang lebih profesional maka pemerintah mengaturnya dalam Undang-undang Nomor 5
tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, dimana pasal 1 ayat 22 menjelaskan
untuk megelola Aparatur Sipil Negara dengan menggunakan sistem merit dimana
dalam kebijakan ini manajemen Aparatur Sipil Negara bedasarkan pada
kualifikasi, kompetensi, dn kinerja secara adil dan wajar dengan tanpa
membedakan latar belakang politik, ras, warna kulit, agama asal usul, jenis kelamin,
status pernikahan, umur, atau kondisi kecacatan.
Kemudian dilanjutkan pada
pasal 2 yaitu penyelenggaraan kebijakan dan manajemen ASN berdasarkan pada
asas: kepastian hukum, profesionalitas, keterpaduan, delegasi, netralitas,
akuntabilitas, efektif dan efesien, keterbukaan, non diskriminatif, persatuan
dan kesatuan, keadilan dan kesetaraan, dan kesejahteraan. Namun pada
kenyataannya dilapangan prinsip ini belum sepenuhnya dilaksanakan oleh
Pemerintah Daerah.
Beberapa fakta yang ada
dilapangan seperti: ketidaksesuaian antara kompetensi aparatur dengan jabatan
yang diemban (mismatch), politisasi Aparatur Sipil Negara, komodifiasi posisi
dan jabatan birokrasi, dan fragmentasi spasial berbasis etnis dan kedaerahan,
dan penguatan nilai-nilai primodialisme artinya merit sistem belum dijalankan
sebagai amanah dari undang-undang nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil
Negara.
Setiap daerah ditekankan
untuk mengembangkan sistem rekrutmen dan promosi yang terbuka, kompoetitif,
berbasis pada kompetensi dan posisi. Karena adanya sistem dan promosi yang
terbuka akan mendorong para pejabat birokrasi memiliki akses yang sama terhadap
peluang karir yang tersedia. Dan mereka yang ada di kabupaten/ kota dapat
mengethui dan memiliki akses terhadap lowongan yang ada didaerah lainnya.
Dimana keterbukaan juga dapat menjamin rekrutmen dan promosi menjadi lebih fair
dan jujur selain itu juga diharapkan dapat mendorong terjadinya kompetisi yang
sehat dan wajar dalam promosi jabatan birokrasi pemerintah.
Di Bulukumba sendiri pada masa
kepemimpinan Bupati Zainuddin Hasan (2010-2015), jual beli jabatan bukan hal
yang asing lagi di kalangan ASN di Bulukumba. Kini Sukri Sappewali yang kembali
menjabat sebagai orang nomor satu di Bumi Panrita Lopi kembali menegaskan,
tidak adalagi tempat untuk menjual beli jabatan dengan mengeluarkan sejumlah
uang serta mencari jabatan dengan cara membayar tidak akan terjadi di masa
pemerintahannya. “Haram hukumnya jual beli jabatan. Tidak boleh ada lagi,”
tegasnya di Aula Kantor Bupati. Menanggapi pernyataan dari Bupati yang telah
resmi dilantik oleh Gubernur Sulsel tersebut, Politisi Senior Partai Golkar
Bulukumba, Muh Tabri menyambut baik penegasan dari Sukri Sappewali “Apa yang
telah ditegaskan oleh Bupati Bulukumba, AM Sukri, secara pribadi saya sepakat.
Jabatan harus diisi oleh orang yang mempunyai keahlian sesuai bidangnya” ujar
Tabri kepada Pojoksulsel.com, Sabtu (20/2/16) sore.
Tabri lanjut menyampaikan kultur
jual beli jabatan sebagaimana yang telah dilakukan oleh Pemerintahan sebelumnya
merupakan preseden buruk dan hanya akan merusak tatanan. “Periode 2010-2015,
tatanan birokrasi di Bulukumba bobrok, kalau si A menginginkan jabatan tersebut
berada ditangannya, maka si A ini tidak tanggung tanggung akan membeli berapa
pun harganya ” ujar Fungsionaris Golkar ini. Tabri mengharapkan agar apa yang
telah menjadi penegasan dari Sukri Sappewali tersebut dapat segera memotong
mata rantai kultur jual beli jabatan tersebut dan visi misi pasangan bertagline
ST 15 ini dapat terwujud dan Tabri juga menghimbau agar semua elemen
pemerintahan bersama stake holder dan masyarakat harus saling mendukung dan
membangun komunikasi agar tercipta Bulukumba yang sejahtera dan terdepan.
“Pejabat yang terindikasi menduduki jabatan dengan membeli dipemerintahan yang
lalu, sesuai penegasan pak Bupati kemarin, agar segera di ganti atau di copot
dari jabatannya,” Pungkas Tabri.
Selain itu pula menurut
salah satu staf yang ada dikantor badan kepegawaian dan diklat daerah yang ada
dikabupaten Bulukumba yang berinisial (AN) yang merupakan staf pada bagian
penerimaan dan pengangkatan pegawai mengatakan bahwa permasalahan yang ada
ketika promosi jabatan yaitu promosi pegawai dalam jabatan tertentu cendrung
menjadi arena politisasi dan kemodifikasi dalam manajemen kepegawaian daerah
pasca pelaksanaan pemilihan kepala daerah secara langsung. Dimana kegagalan
melembagakan sistem meritokrasi dalam birokrasi pemerintah di daerah membuat
promosi dan penemptan aparatur dalam jabatan lebih banyak didasarkan atas
pertimbangan subyektif seperti afiliasi politik kedekatan hubungan dan
pembayaran suap.
Melihat dengan adanya hal
seperti diatas maka peneliti bermaksud meneliti di kabupaten Bulukumba dengan
menfokuskan pada promosi jabatan dengan judul “Implementasi Kebijakan Peraturan Kepegawaian Oleh Pemerintah Daerah
Dalam Promosi Jabatan Di Kabupaten Bulukumba”
B.
Rumusan
Masalah
Adapun rumusan masalah pada
penelitian ini yaitu:
1. Bagaimanakah
implementasi kebijakan pemerintah daerah dalam promosi jabatan yang ada di Kabupaten
Bulukumba?
2. Faktor-faktor
apakah yang berpengaruh terhadap implementasi kebijakan pemerintah daerah dalam
promosi jabatan yang ada di Kabupaten Bulukumba?
C.
Tujuan
Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini
yaitu untuk mengetahui tentang:
1. Implementasi
kebijakan pemerintah daerah dalam promosi jabatan yang ada di Kabupaten Bulukumba.
2. Faktor-faktor
yang berpengaruh terhadap implementasi kebijakan pemerintah daerah dalam
promosi jabatan yang ada di Kabupaten Bulukumba.
D.
Manfaat
penelitian
Penelitian ini diharapkan
dapat bermanfaat secara teoritis dan praktis seperti dikemukakan berikut ini:
1. Secara
konseptual dan teoritis, penelitian ini mengembangkan pemahaman mengenai
pendekatan efektivitas seleksi terbuka bagi pemangku jabatan pimpinan tinggi
yang memiliki kompetensi yang dibutuhkan.
2. Secara
praktis, penelitian dapat menjadi bahan evaluasi efektifitas untuk
mengembangkan lebih jauh tentang promosi jabatan yang aakan dilaksanakan
nantinya.
Tag :
tesis
0 Komentar untuk "IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN KEPEGAWAIAN OLEH PEMERINTAH DAERAH DALAM PROMOSI JABATAN "