berbagi referensi skripsi

KOLABORASI ANTAR ORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN KEMACETAN LALU LINTAS DI KOTA MAKASSAR

BAB I PENDAHULUAN


Kolaborasi antar institusi menjadi isu penting dalam administrasi publik mengingat banyak persoalan publik yang memiliki implikasi luas yang tidak bisa ditangani secara optimal dan dipecahkan secara tuntas jika hanya mengandalkan pada satu institusi pemerintah saja (Sudarmo dikutip Maharani,  2016:1). Salah satunya masalah penanggulangan kemacetan lalu lintas.

Fakta menunjukkan bahwa kemacetan diberbagai titik jalan di Kota Makassar selain disebabkan oleh volume kendaraan yang semakin meningkat yang tidak sebanding dengan luas jalan, kemacetan juga disebabkan oleh banyaknya pusat kegiatan seperti tempat usaha, hotel, rumah makan serta pusat perbelanjaan ataupun pusat-pusat kegiatan lainnya yang menggunakan bahu jalan sebagai lahan parkir sebab para pengembang atau pembangun tidak memperhatikan ketersediaan lahan parkir sehingga kerap menjadi langganan kemacetan akibat para pelanggan atau pengunjung yang parkir secara semraut. Konsep tata ruang dikota Makassar terkesan belum mampu membenahi sistem untuk mengatasi permasalahan kemacetan atau dapat dikatakan bahwa salah satu penyebab kemacetan adalah amburadulnya sistem penataan kota yang tidak terpadu.

Bila ditinjau dari aspek hukum dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Pasal 99 Ayat 1 yang berbunyi ‘setiap rencana pembangunan pusat kegiatan, permukiman, dan infrastruktur yang akan menimbulkan gangguan keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas dan angkutan Jalan wajib dilakukan analisis dampak Lalu Lintas. Analisis Dampak Lalu Lintas (andalalin) merupakan studi khusus dari dibangunnya suatu fasilitas gedung dan penggunaan lahan lainnya terhadap sistem transportasi kota. Khususnya, jaringan jalan disekitar lokasi gedung (Diun dan Arief dikutip Rachman, 2013:115). Sedangkan Tamin dikutip Sumajow (2013:3), Analisis  Dampak Lalu Lintas pada dasarnya merupakan analisa pengaruh pengembangan tata guna lahan terhadap sistem pergerakan arus lalu lintas disekitarnya yang dilakukan oleh bangkitan lalu lintas yang baru, lalu lintas yang beralih, dan oleh kendaraan keluar masuk dari atau ke lahan tersebut.

Pemerintah tidak hanya mengandalkan pada kapasitas internal yang dimiliki dalam penerapan sebuah kebijakan dan pelaksanaan program. Dalam hal penanggulangan kemacetan lalu lintas melibatkan beberapa instansi lain atau Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dalam lingkup Kota Makassar, seperti Dinas Perhubungan, Satuan Lalu Lintas, Satpol PP, Dinas Tata Ruang dan Bangunan serta Perusahaan Daerah Parkir. Namun dalam penelitian ini, peneliti hanya membatasi pada kolaborasi antara Dinas Perhubungan, Dinas Tata Ruang dan Bangunan dengan PD Parkir dalam mengatasi kemacetan lalu lintas. Sebagaimana hasil penelitian sebelumnya oleh Mahsyar (2014:14), bahwa kemacetan lalu lintas di jalan raya dapat disebabkan oleh berbagai faktor maupun sumber penyebab terjadinya kemacetan, salah satunya yaitu kurangnya koordinasi yang dilakukan oleh instansi pemerintah dalam menanggulangi kemacetan lalu lintas.

Organisasi pada umumnya perlu kolaborasi dalam mengatasi suatu permasalahan untuk mencapai suatu solusi dalam rangka pemecahan masalah tersebut, sebagaimana Sink dikutip Subarsono (2016:177), menjelaskan kerjasama kolaboratif sebagai sebuah proses dimana organisasi-organisasi yang memiliki kepentingan terhadap suatu masalah tertentu berusaha mencari solusi yang ditentukan secara bersama dalam rangka mencapai tujuan yang mereka tidak dapat mencapai secara sendiri-sendiri.

TINJAUAN PUSTAKA
Linden dikutip Kaswan (2014:46), esensi kolaborasi ditunjukkan oleh kata itu sendiri. Collaboration adalah tentang co-labor (kerjasama), tentang joint effort, (usaha bersama) dan ownership (kepemilikan). Disisi lain, De Hoog dikutip Maharani (2016:21), menyatakan bahwa kolaborasi merupakan setiap kegiatan bersama yang dilakukan oleh dua atau lebih lembaga yang bekerja sama yang dimaksudkan untuk meningkatkan nilai publik secara umum melalui kerjasama mereka dari pada mereka bekerja secara terpisah.

Dwiyanto (2012:251), menjelaskan secara terperinci bahwa dalam kerjasama kolaboratif terjadi penyamaan visi, tujuan, strategi, dan aktivitas antara para pihak, mereka masing-masing tetapi memiliki otoritas untuk mengambil keputusan secara independen dan memiliki otoritas dalam mengelola organisasinya walaupun mereka tunduk pada kesepakatan bersama. Kolaborasi dapat dirunut pemahamannya dari Ann Marie Thomson dikutip Pramusinto dan Purwanto (2009:113), dalam tulisannya yang berjudul “Collaboration Processes: Inside The Black Box”. Dijelaskan bahwa ada sebuah konsep yang mirip dengan kerjasama tetapi memiliki makna yang lebih dalam, yakni kolaborasi. Kooperasi, koordinasi, dan kolaborasi berbeda dalam hal tingkat kedalaman interaksi, integrasi, komitmen dan kompleksitasnya.

Ansel dan Gash dikutip Rahmawati (2016:41), proses kolaborasi lebih digambarkan sebagai sebuah siklus dari pada sebuah proses yang bertahap. Sebagai sebuah siklus sub komponen dalam proses kolaborasi saling mempengaruhi satu sama lain. Proses kolaborasi ini terdiri dari beberapa komponen yang saling mempengaruhi satu sama lain yaitu Face to face dialogue (dialog tatap muka), Commitment to process (komitmen terhadap proses), Shared Understanding (pemahaman bersama).

Ada tiga teori yang paling berpengaruh terhadap relasi antar organisasi dengan lingkungan. Ketiga teori tersebut, yaitu ketergantungan sumber, population ecology, dan teori institusional (Hatch dalam Raharja, 2008:11). Dalam kaitan dengan konsep kolaborasi, tiga teori di atas dapat dijelaskan sebagai berikut; Pertama, teori ketergantungan sumber menegaskan bahwa keberhasilan sebuah organisasi sangat tergantung kepada kualitas relasi yang mereka lakukan dengan organisasi lain; Kedua, teori population ecology diterapkan bila lingkungan lebih menekankan masalah teknis dan ekonomis; Ketiga, teori institutional diterapkan pada lingkungan yang menekankan penyesuaian terhadap aturan oleh organisasi.


Meningkatnya jumlah kendaraan bermotor yang sangat pesat telah mengakibatkan berbagai kesulitan, selain dari timbulnya kecelakaan lalu lintas yang semakin meningkat dapat dikemukakan kesulitan-kesulitan lainnya yang tidak kalah pentingnya yaitu kesulitan tempat parkir untuk kendaraan-kendaraan bermotor disebabkan bangunan-bangunan gedung atau ruko terletak sangat dekat di tepi jalan raya sehingga menyebabkan terjadinya kongesti (kemacetan) lalu lintas (Adisasmita, 2011:101).
Tag : MAP, tesis
0 Komentar untuk "KOLABORASI ANTAR ORGANISASI DALAM PENANGGULANGAN KEMACETAN LALU LINTAS DI KOTA MAKASSAR"

Back To Top