BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Kemacetan
sudah menjadi momok yang harus dihadapi hampir oleh seluruh kota-kota besar di
dunia, terutama untuk kota-kota besar di negara berkembang. Dengan status
sebagai kota besar, Kota Makassar juga mengalami hal yang sama yaitu kemacetan.
Jalan A.P. Pettarani, Jalan Urip Sumoharjo, serta Jalan Perintis Kemerdekaan
adalah beberapa jalan protokol kota ini yang dilanda masalah kemacetan.
Pemerintah kota melalui beberapa kebijakan yang dikeluarkannya berusaha agar
masalah ini dapat teratasi dengan baik. Kebijakan pelebaran jalan, pengaturan
wilayah operasional kendaraan becak motor, serta pelarangan parkir pada bahu
jalan merupakan sebagian kebijakan yang digunakan untuk mengatasi kemacetan di
Kota Makassar tersebut.
Kota
Makassar merupakan kota terbesar ke-empat di Indonesia dan terbesar dikawasan
Timur Indonesia, memiliki luas area 175,79 km2 dengan jumlah penduduk sekitar 1
juta jiwa, dengan demikian Kota Makasar dapat dikatakan sebagai kota
metropolitan. Banyaknya penduduk di Kota Makassar salah satu penyebabanya
adalah banyaknya pendatang dari luar Kota Makassar dari tahun ke-tahun yang
semakin meningkat guna mengadu nasib dan melanjutkan pendidikan di Kota
Makasar. Penduduk yang datang ke kota dari pedesaan untuk mencari kerja, pada
umumnya adalah urban miskin. Namun demikian, mereka merasakan bahwa kesempatan
hidup, mendapat pekerjaan dan gaji yang lebih baik , lebih memungkinkan
daripada jika mereka tetap tinggal di desa.
Tekanan
arus penduduk dari desa ke kota setiap tahun yang semakin meningkat, berdampak
pada kurangnya lapangan pekerjaan yang disediakan di Kota Makassar. Hal
tersebut disebabkan pula karena umumnya orang-orang yang masuk ke kota tidak
dipersiapkan dengan pendidikan dan keterampilan yang memadai, akibatnya banyak
bermunculan pengangguran yang tidak memiliki kemampuan ditambah lagi sulit
untuk mendaftar pekerjaan di sektor formal melihat syarat akademiknya yang
tidak memenuhi, sehingga pilihan satu-satunya adalah mencari pekerjaaan yang
tidak memerlukan persyaratan sebagai mana tersebut di atas, salah satunya
adalah dengan berjualan sebagai pedagang kaki lima.
Keberadaan
pedagang kaki lima di Kota Makassar sering kali dijumpai banyak menimbulkan
masalah-masalah yang terkait dengan gangguan keamanan dan ketertiban
masyarakat. Kesan kumuh, liar, merusak keindahan, dan menyebabkan kemacetan
seakan menjadi paten yang melekat pada usuha mikro ini. Mereka berjualan di
trotoar, di taman-taman kota bahkan terkadang di badan jalan. Pemandangan ini
hampir terdapat di sepanjang jalan kota, seperti di jalan Perintis Kemerdekaan,
jalan Urip Sumiharjo, jalan AP. Pettarani, jalan Sunu, jalan Gunung Buwakaraeng,
jalan Hertasning, jalan Aroepala dan
jalan Penghibur. Pemandangan ini tidak hanya terjadi disiang hari bahkan di
malam haripun jumlahnya makin bertambah. Pemerintah kota seakan kurang tegas dalam
menangani masalah pedagang kaki lima, seperti kebijakan yang belum lama terjadi
tentang penggusuran PKL di jalan Masjid Raya dan Sunu, ketika pedagang kaki
lima mendatangi Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Makassar di
Jalan Andi Pangeran Pettarani, Makassar untuk menolak penggusan tersebut
pemerintah langsung menghentikan kebijakan tersebut padahal bisa dibilang
lokasi tersebut memiliki tingkat kemacetan yang tinggih diakibatkan lapak-lapak
PKL dan para pembeli.
Kemudian
dengan makin marak dan bertambahnya pedagang kaki lima yang kian bermunculan
yang menjadi penyebab kemacetan dan merusak keindahan kota. Selain itu, parkir
kendaraan para pembeli yang tidak teratur juga sangat mengganggu ketertiban.
Seperti pedagang makanan, pedagang pakaian , buah dengan menggunakan mobil, dan
es. Belum lagi masalah limbah atau sampah. Berbagai persoalan yang ada di Kota
Makassar, misalnya kemacetan, banjir, ketertiban dan keamanan, pengangguran dan
masih banyak lagi. Sebenarnya masalah-masalah tersebut mamiliki hubungan dengan
penataan pedagang kaki lima. Misalnya, penjual buah atau makanan di
pinggir-pinggir jalan, memang mereka tidak terlalu berdampak pada kemacetan
namum para pembeli yang parkir kendaraannya di bibir jalan penyebabnya dan ini
hampir kita lihat di sepanjang jalan di Kota Makassar. Kemudian masalah banjir
walaupun hanya berdampak sedikit namun tidak bisa dipungkiri salah satu
penyababnya adalah dari sampah, dan pedagang kaki lima merupakan penyumbang
sampah terbesar. sebaliknya pedagang kaki lima ini memberikan sumbangan yang
cukup besar terhadap pendapatan asli daerah (PAD).
Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 41 tahun 2012, Peda Kota Makassar Nomor 10 Tahun
1990 tentang Pembinaan Pedagang Kaki
Lima dan Keputusan Walikota Makassar Nomor 44 Tahun 2002. Surat Keputusan Nomor 44 Tahun 2002 pada pasal 2
ayat (1) dan (2) dijelaskan, pedagang kaki lima tidak boleh menempati trotoar
atau badan jalan. Kemudian dalam perda ini juga ditetapkan sejumlah jalan besar
yang sama sekali tidak boleh ditempati untuk berdagang oleh pedagang kaki lima
atau wilayah bersih atau bebas dari PKL, yaitu: sepanjang jalan gunung
bawakaraeng, sepanjang jalan R.A kartini, sepanjang jalan Jendral Sudirman,
jalan Samratulangi, Jalan Haji Bau, jalan Penghibur, jalan Pasar Ikan,
Hertasning, A.P. Petarani, dan sepanjang Jalan Urip Sumoharjo.
Pasal
2 ayat 2 Perda 44/2002, mengenai sejumlah pelataran yang tidak dapat digunakan
pada waktu antara pukul 05.00 sampai jam 17 wita, diantaranya: sepanjang jalan
Riburane, jalan Nusantara, Jalan Ujung Pandang, Jalan Ahmad Yani, Jalan Gunung
Bulusaraung, Masjid Raya, jalan dr. Wahidin Sudirohusodo, dan sepanjang jalan
sulawesi.
Kedua
ayat dari regulasi tersebut, sampai saat ini belum berjalan efektif, disebabkan
berbagai faktor regulasi, dan fasilitas pendukung atau infrastruktur, serta
sumber daya manusia dan manajemennya, dan aspek eksternal terdiri dari faktor
sosial budaya dan faktor ekonomi. Banyaknya kebijakan yang dikeluarkan oleh
pemerintah seakan tidak terimplementasi dengan baik.
Keberadaan
pedagang kaki lima di Kota Makasar apa bila di tata dan dikelola dengan baik, keberadaannya
justru akan menambah keindahan lokasi wisata di tengah-tengah kota. Contohnya
pemanfaatan pedagang kaki lima yang ada di sekitar pantai losari apa bila
dibuatkan satu anjungan khusus buat para pedagang tidak menutup kemungkinan
akan menjadi wisata kota yang indah atau pemerintah menyediakan lahan khusus
untuk pedagang di malam hari dalam bentuk pasar malam. Hal ini bisa terwujud tidak
hanya dari usaha pemerintah kota saja, akan tetapi terbentuk dari partisipasi
aktif dari elemen masyarakat. Pemerintah Kota dalam hal ini dinas terkait
khususnya Dinas Perhubungan dan Satuan Polisi Pamong Praja dapat berkoordinasi
untuk menyelesaikan masalah pedagang kaki lima ini dapat tertata atau
ditertibkan agar tidak menyebabkan kemacetan dan seharusnya dapat berperan
aktif dalam merumuskan, membina dan mengelola pedagang kaki lima.
Mahsyar
(2014:12) Hasil pengamatan menunjukkan bahwa persoalan kemacetan lalu lintas di
Kota Makassar ini tidak hanya dapat diselesaikan oleh instansi terkait seperti
Dinas Perhubungan dan instansi Kepolisian seperti Satuan Lalu lintas melainkan
beberapa instansi lain (SKPD) dalam lingkup Kota Makassar harus juga terlibat.
Oleh sebab itu penanganan kemacetan lalu lintas ini harus dilakukan secara
terpadu dengan melibatkan beberapa instansi, dengan demikian diperlukan adanya
model koordinasi yang tepat untuk menangani persoalan kemacetan lalu lintas
ini. Berbagai
kebijakan telah dibuat oleh pemerintah Kota Makassar untuk mengatasi masalah pedagang kaki lima
namun terkadang penerapannya dilapangan tidak sesuai dengan yang diinginkan.
Untuk itu perlu adanya koordinasi Dinas perhubungan dan Satuan Polisi Pamong
Praja untuk menangani masalah pedagang kaki lima yang menyebabkan kemacetan.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, masalah yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana
model penataan/pembinaan antara Dinas Perhubungan dan Satuan Polisi Pamong
Praja (SATPOL PP) dalam penanggulangan kemacetan lalu lintas di Kota Makassar ?
2. Bagaimana
penerapan kebijakan pemerintah dalam penataan pedagang kaki lima yang
menyebabkan kemacetan di Kota Makassar ?
C.
Tujuan
Penulisan
Berdasarkan masalah yang dirumuskan dari latar belakang diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk
mengetahui bagaimana model penataan/pembinaan antara Dinas Perhubungan dan
Satuan Polisi Pamong Praja (SATPOL PP) dalam penanggulangan kemacetan lalu
lintas di Kota Makassar.
2. Untuk
mengetahui bagaimana penerapan kebijakan pemerintah dalam penataan pedagang
kaki lima yang menyebabkan kemacetan di
Kota Makassar.
D.
Kegunaan
Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Kegunaan
Akademik
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan bagi pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu administrasi publik pada khususnya.
2. Kegunaan
Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan
input bagi pemerintah tentang pelaksanaan kebijakan pedagang kaki
lima yang menyebabkan kemacetan di Kota Makassar.
0 Komentar untuk "MODEL KOORDINASI DINAS PERHUBUNGAN DENGANSATUAN POLISI PAMONG PRAJA DALAM PENANGGULANGAN KEMACETAN LALULINTAS DIKOTA "