TEORI KOGNITIF DAN HUMANISTIK DI SEKOLAH
DASAR
KATA PENGANTAR
Puja
dan puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang mana telah memberikan
banyak nikmat serta karunia-Nya kepada kami semua, sehingga kami berhasil
menuntaskan Makalah ini dengan tepat pada waktunya. Kami sadar bahwa Makalah
yang kami buat masih jauh dari ambang kesempurnaan. Oleh karenanya, semua
kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak sangat kami harapkan
demi perbaikan isi dari Makalah ini.
Akhir
kata, kami ucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah ikut turut
mebantu menyukseskan pembuatan Makalah ini dari titik awal hingga akhir. Semoga
Allah S.W.T senantiasa selalu meridhai segala upaya dan usaha kita. Amiin.
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Bekang Masalah
Proses belajar pada zaman sekarang ini tidak terlepas
dari penemuan para ahli yang telah menciptakan teori-teori belajar. Teori-teori
tersebut telah menjelaskan bagaimana sistem belajar mengajar di dalam kelas.
Ada banyak teori yang replikasinya dapat dikembangkan di dalam kelas, seperti
teori behavioristik, kognitif, humanistik, teori belajar konsep, teori belajar
bermakna, dan lain sebagainya.
Tujuan dari penemuan teori-teori adalah untuk memudahkan
baik murid maupun guru untuk lebih cepat menerima materi yang dibahas. Dalam
teori belajar yang telah diciptakan juga dijelaskan bagaimana peran guru di
depan murid, bagaimana seharusnya guru bertindak di depan murid, dan bagaimana
seorang guru memposisikan dirinya di depan murid. Di dalam teori itu juga
dibahas bagaimana sebaiknya proses belajar mengajar di dalam kelas dapat
efektif.
Dalam makalah ini akan dibahas dua teori yang digunakan
di dalam kelas, yaitu teori kognitif dan teori humanistik juga bagaimana
penerapannya di dalam kelas.
B. Rumusan Masalah
Dari permasalahan tersebut maka kami
simpulkan rumusan masalah sebagai berikut:
1.
Apakah
yang dimaksud teori kognitif dan teori humanistik?
2.
Bagaimana
implikasi teori kognitif dan teori humanistik di dalam kelas?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud
teori kognitif dan teori humanistic.
2. Untuk mengetahui bagaimana implikasi
teori kognitif dan teori humanistik di dalam kelas.
D. Manfaat
1. Dengan mengetahui teori kognitif dan
teori humanistic, membantu guru memahami hubungan guru dan siswa.
2. Sebagai informasi tambahan dalam
menerapakan pembelajaran.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Teori
kognitif Jerome Bruner dan David Ausubel
1. Teori Kognitif Jerome Bruner
Bruner menekankan bahwa
proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan
kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau
pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupan. Bruner meyakini
bahwa pembelajaran tersebut bisa muncul dalam tiga cara atau bentuk, yaitu:
enactive, iconic dan simbolic. Pembelajaran enaktif mengandung sebuah kesamaan
dengan kecerdasan inderawi dalam teori Piaget.
Pengetahuan enaktif adalah
mempelajari sesuatu dengan memanipulasi objek – melakukan pengatahuan tersebut
daripada hanya memahaminya. Anak-anak didik sangat mungkin paham bagaimana cara
melakukan lompat tali (‘melakukan’ kecakapan tersebut), namun tidak terlalu
paham bagaimana menggambarkan aktifitas tersebut dalam kata-kata, bahkan ketika
mereka harus menggambarkan dalam pikiran.
Pembelajaran ikonik
merupakan pembelajaran yang melalui gambaran dalam bentuk ini, anak-anak
mempresentasikan pengetahuan melalui sebuah gambar dalam benak mereka.
Anak-anak sangat mungkin mampu menciptakan gambaran tentang pohon mangga
dikebun dalam benak mereka, meskipun mereka masih kesulitan untuk menjelaskan
dalam kata-kata.
Pembelajaran simbolik, ini
merupakan pembelajaran yang dilakukan melalui representasi pengalaman abstrak
(seperti bahasa) yang sama sekali tidak memiliki kesamaan fisik dengan
pengalaman tersebut. Sebagaimana namanya, membutuhkan pengetahuan yang abstrak,
dan karena simbolik pembelajaran yang satu ini serupa dengan operasional formal
dalam proses berpikir dalam teori Piaget.
Jika dikorelasikan dengan
aplikasi pembelajaran, Discoveri learningnya Bruner dapar dikemukakan sebagai
berikut:
a. Belajar
merupakan kecenderungan dalam diri manusia, yaitu Self-curiousity
(keingintahuan) untuk mengadakan petualangan pengalaman.
b. Belajar
penemuan terjadi karena sifat mental manusia mengubah struktur yang ada. Sifat
mental tersebut selalu mengalir untuk mengisi berbagai kemungkinan pengenalan.
c. Kualitas
belajar penemuan diwarnai modus imperatif kesiapan dan kemampuan secara
enaktif, ekonik, dan simbolik.
d. Penerapan
belajar penemuan hanya merupakan garis besar tujuan instruksional sebagai arah
informatif.
e. Kreatifitas
metaforik dan creative conditioning yang bebas dan bertanggung jawab
memungkinkan kemajuan.
2. Teori kognitif David Ausubel
Teori
Belajar Bermakna Ausubel. Psikologi pendidikan yang diterapkan oleh Ausubel
adalah bekerja untuk mencari hukum belajar yang bermakna, berikut ini konsep
belajar bermakna David Ausubel. Pengertian belajar bermakna Menurut Ausubel ada
dua jenis belajar :
(1) Belajar bermakna
(meaningful learning) dan
(2) belajar menghafal (rote
learning).
Belajar bermakna adalah
suatu proses belajar di mana informasi baru dihubungkan dengan struktur
pengertian yang sudah dipunyai seseorang yang sedang belajar. Sedangkan belajar
menghafal adalah siswa berusaha menerima dan menguasai bahan yang diberikan
oleh guru atau yang dibaca tanpa makna. Sebagai ahli psikologi pendidikan
Ausubel menaruh perhatian besar pada siswa di sekolah, dengan
memperhatikan/memberikan tekanan-tekanan pada unsur kebermaknaan dalam belajar
melalui bahasa (meaningful verbal learning).
Kebermaknaan diartikan
sebagai kombinasi dari informasi verbal, konsep, kaidah dan prinsip, bila
ditinjau bersama-sama. Oleh karena itu belajar dengan prestasi hafalan saja
tidak dianggap sebagai belajar bermakna. Maka, menurut Ausubel supaya proses
belajar siswa menghasilkan sesuatu yang bermakna, tidak harus siswa menemukan
sendiri semuanya. Malah, ada bahaya bahwa siswa yang kurang mahir dalam hal ini
akan banyak menebak dan mencoba-coba saja, tanpa menemukan sesuatu yang sungguh
berarti baginya. Seandainya siswa sudah seorang ahli dalam mengadakan
penelitian demi untuk menemukan kebenaran baru, bahaya itu tidak ada; tetapi
jika siswa tersebut belum ahli, maka bahaya itu ada. Ia juga berpendapat bahwa
pemerolehan informasi merupakan tujuan pembelajaran yang penting dan dalam
hal-hal tertentu dapat mengarahkan guru untuk menyampaikan informasi kepada
siswa. Dalam hal ini guru bertanggung jawab untuk mengorganisasikan dan
mempresentasikan apa yang perlu dipelajari oleh siswa, sedangkan peran siswa di
sini adalah menguasai yang disampaikan gurunya.
Belajar dikatakan menjadi
bermakna (meaningful learning) yang dikemukakan oleh Ausubel adalah bila
informasi yang akan dipelajari peserta didik disusun sesuai dengan struktur
kognitif yang dimiliki peserta didik itu sehingga peserta didik itu mampu
mengaitkan informasi barunya dengan struktur kognitif yang dimilikinya. Belajar
seharusnya merupakan apa yang disebut asimilasi bermakna, materi yang
dipelajari di asimilasikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah
dipunyai sebelumnya. Untuk itu diperlukan dua persyaratan
a. Materi
yang secara potensial bermakna dan dipilih oleh guru dan harus sesuai dengan
tingkat perkembangan dan pengetahuan masa lalu peserta didik.
b. Diberikan
dalam situasi belajar yang bermakna, faktor motivasional memegang peranan
penting dalam hal ini, sebab peserta didik tidak akan mengasimilasikan materi
baru tersebut apabila mereka tidak mempunyai keinginan dan pengetahuan
bagaimana melakukannya. Sehingga hal ini perlu diatur oleh guru, agar materi
tidak dipelajari secara hafalan.
Berdasarkan uraian di atas
maka, belajar bermakna menurut Ausubel adalah suatu proses belajar di mana
peserta didik dapat menghubungkan informasi baru dengan pengetahuan yang sudah
dimilikinya dan agar pembelajaran bermakna, diperlukan 2 hal yakni pilihan materi
yang bermakna sesuai tingkat pemahaman dan pengetahuan yang dimiliki siswa dan
situasi belajar yang bermakna yang dipengaruhi oleh motivasi. Dengan demikian
kunci keberhasilan belajar terletak pada kebermaknaan bahan ajar yang diterima
atau yang dipelajari oleh siswa. Ausubel tidak setuju dengan pendapat bahwa
kegiatan belajar penemuan (discovery learning) lebih bermakna daripada kegiatan
belajar penerimaan (reception learning). Sehingga dengan ceramahpun, asalkan
informasinya bermakna bagi peserta didik, apalagi penyajiannya sistematis, akan
dihasilkan belajar yang baik.
Pandangan Teori Kognitivisme
terhadap Belajar Mengajar dan Pembelajaran:
Teori kognitif adalah teori
yang umumnya dikaitkan dengan proses belajar. Kognisi adalah kemampuan psikis
atau mental manusia yang berupa mengamati, melihat, menyangka, memperhatikan,
menduga dan menilai. Dengan kata lain, kognisi menunjuk pada konsep tentang
pengenalan. Teori kognitif menyatakan bahwa proses belajar terjadi karena ada
variabel penghalang pada aspek-aspek kognisi seseorang. Teori belajar kognitif
lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajar itu sendiri. Belajar
tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon, lebih dari itu
belajar melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks.
Belajar adalah perubahan
persepsi dan pemahaman. Perubahan persepsi dan pemahaman tidak selalu berbentuk
perubahan tingkah laku yang bisa diamati.Dari beberapa teori belajar kognitif
diatas (khusunya tiga di penjelasan awal) dapat pemakalah ambil sebuah sintesis
bahwa masing masing teori memiliki kelebihan dan kelemahan jika diterapkan
dalam dunia pendidikan juga pembelajaran. Jika keseluruhan teori diatas
memiliki kesamaan yang sama-sama dalam ranah psikologi kognitif, maka disisi
lain juga memiliki perbedaan jika diaplikasikan dalam proses pendidikan.
Sebagai misal, Teori bermakna ausubel dan discovery Learningnya bruner memiliki
sisi pembeda.
Dari sudut pandang Teori
belajar Bermakna Ausubel memandang bahwa justru ada bahaya jika siswa yang
kurang mahir dalam suatu hal mendapat penanganan dengan teori belajar
discoveri, karena siswa cenderung diberi kebebasan untuk mengkonstruksi sendiri
pemahaman tentang segala sesuatu. Oleh karenanya menurut teori belajar Bermakna
guru tetap berfungsi sentral sebatas membantu mengkoordinasikan
pengalaman-pengalaman yang hendak diterima oleh siswa namun tetap dengan
koridor pembelajaran yang bermakna.
Dari poin diatas dapat
pemakalah ambil garis tengah bahwa beberapa teori belajar kognitif diatas,
meskipun sama-sama mengedepankan proses berpikir, tidak serta merta dapat
diaplikasikan pada konteks pembelajaran secara menyeluruh. Terlebih untuk
menyesuaikan teori belajar kognitif ini dengan kompleksitas proses dan sistem
pembelajaran sekarang maka harus benar-benar diperhatikan antara karakter
masing-masing teori dan kemudian disesuakan dengan tingkatan pendidikan maupun
karakteristik peserta didiknya.
B. Implikasi
Teori Kognitivistik dalam Pembelajaran
Dalam perkembangan
setidaknya ada tiga teori belajar yang bertitik tolak dari teori kognitivisme
ini yaitu: Teori perkembangan piaget, teori kognitif Brunner dan Teori bermakna
Ausubel. Ketiga teori ini dijabarkan sebagai berikut:
No 1 Teori Kognitif Piaget
Brunner Ausubel Proses belajar terjadi menurut pola tahap-tahap perkembangan
tertentu sesuai dengan umur siswa. Proses belajar terjadi melalui tahap-tahap:
a.Asimilasi
b.Akomodasi
c.Equilibrasi
Proses belajar lebih
ditentukan oleh karena cara kita mengatur materi pelajaran dan bukan ditentukan
oleh umur siswa, proses belajar terjadi melaliu tahap-tahap:
a) Enaktif (aktivitas)
b) Ekonik (visualverbal)
c) Simbolik
Langkah-langkah Penerapan Teori Kognitif dan
di dalam Kelas
Proses belajar terjadi jika
siswa mampu mengasimilasikan pengetahuan yang dimilikinya dengan pengetahuan
baru Proses belajar terjadi melaui tahap-tahap:
a. Memperhatikan
stimulus yang diberikan.
b. Memahami
makna stimulus menyimpan dan menggunakan informasi yang sudah dipahami.
Prinsip kognitivisme banyak
dipakai di dunia pendidikan, khususnya terlihat pada perancangan suatu sistem
instruksional, prinsip-prinsip tersebut antara lain:
a. Si
belajar akan lebih mampu mengingat dan memahami sesuatu apabila pelajaran
tersebut disusun berdasarkan pola dan logika tertentu.
b. Penyusunan
materi pelajaran harus dari sederhana ke kompleks.
c. Belajar
dengan memahami akan jauh lebih baik daripada dengan hanya menghafal tanpa
pengertian penyajian.
Adapun kritik terhadap teori kognitivisme
adalah:
a. Teori
kognitif lebih dekat kepada psikologi daripada kepada teori belajar, sehingga
aplikasinya dalam proses belajar mengajar tidaklah mudah.
b. Sukar
dipraktekkan secara murni sebab seringkali kita tidak mungkin memahami
“struktur kognitif” yang ada dalam benak setiap siswa. Aplikasi teori belajar
kognitivisme dalam pembelajaran, guru harus memahami bahwa siswa bukan sebagai
orang dewasa yang mudah dalam proses berpikirnya, anak usia pra sekolah dan
awal sekolah dasar belajar menggunakan benda-benda konkret, keaktifan siswa
sangat dipentingkan, guru menyusun materi dengan menggunakan pola atau logika
tertentu dari sederhana kekompleks, guru menciptakan pembelajaran yang
bermakna, memperhatian perbedaan individual siswa untuk mencapai keberhasilan
siswa.
Dari penjelasan diatas jelas
bahwa implikasinya dalam pembelajaran adalah seorang pendidik, guru ataupun apa
namanya mereka harus dapat memahami bagaimana cara belajar siswa yang baik,
sebab mereka para siswa tidak akan dapat memahami bahasa bila mereka tidak mampu
mencerna dari apa yang mereka dengar ataupun mereka tangkap., Dari ketiga macam
teori diatas jelas masing-masing mempunya implikasi yang berbeda, namun secara
umum teori kognitivisme lebih mengarah pada bagaimana memahami struktur
kognitif siswa, dan ini tidaklah mudah, Dengan memahami struktur kognitif
siswa, maka dengan tepat pelajaran bahasa disesuaikan sejauh mana kemampuan
siswanya. Selain itu, juga model penyusunan materi pelajaran bahasa arab
hendaknya disusun berdasarkan pola dan logika tertentu agar lebih mudah
dipahami. Penyusunan materi pelajaran bahasa arab di buat bertahap mulai dari
yang paling sederhana ke kompleks. hendaknya dalam proses pembelajaran sebisa
mungkin tidak hanya terfokus pada hafalan, tetapi juga memahami apa yang sedang
dipelajari, dengan demikian jauh akan lebih baik dari sekedar menghafal
kosakata.
C. Teori
Humanistik Arthur Combs, Abraham Maslow, dan Carl Rogers
1. Teori humanistik Arthur Combs
(1912-1999)
Arthur Combs bersama dengan Donald Syngg menyatakan bahwa
belajar terjadi apabila mempunyai arti bagi individu tersebut. Artinya bahwa
dalam kegiatan pembelajaran guru tidak boleh memaksakan materi yang tidak
disukai oleh siswa. Sehingga siswa belajar sesuai dengan apa yang diinginkan
tanpa adanya paksaan sedikit pun. Sebenarnya hal tersebut terjadi tak lain
hanyalah dari ketidakmampuan seseorang untuk melakukan sesautu yang tidak akan
memberikan kepuasan bagi dirinya.
Sehingga guru harus lebih memahami perilaku siswa dengan
mencoba memahami dunia persepsi siswa tersebut sehingga apabila ingin merubah
perilakunya, guru harus berusaha merubah keyakinan atau pandangan siswa yang
ada. Perilaku internal membedakan seseorang dari yang lain. Combs berpendapat
bahwa banyak guru membuat kesalahan dengan berasumsi bahwa siswa mau belajar apabila
materi pelajarannya disusun dan disajikan sebagaimana mestinya. Padahal arti
tidaklah menyatu pada materi pelajaran itu. Sehingga yang penting ialah
bagaimana membawa diri siswa untuk memperoleh arti bagi pribadinya dari materi
pelajaran tersebut dan menghubungkannya dengan kehidupannya.
2. Teori
Humanistik Abraham Maslow
Teori Maslow didasarkan pada asumsi bahwa di dalam diri
individu ada dua hal : suatu usaha yang positif untuk berkembang; kekuatan
untuk melawan atau menolak perkembangan itu.
Maslow mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam
upaya untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat hirarkis. Pada diri masing-masing
orang mempunyai berbagai perasaan takut seperti rasa takut untuk berusaha atau
berkembang, takut untuk mengambil kesempatan, takut membahayakan apa yang sudah
ia miliki dan sebagainya, tetapi di sisi lain seseorang juga memiliki dorongan
untuk lebih maju ke arah keutuhan, keunikan diri, ke arah berfungsinya semua
kemampuan, ke arah kepercayaan diri menghadapi dunia luar dan pada saat itu
juga ia dapat menerima diri sendiri.
Maslow membagi kebutuhan-kebutuhan (needs) manusia
menjadi tujuh hirarki. Bila seseorang telah dapat memenuhi kebutuhan pertama,
seperti kebutuhan fisiologis, barulah ia dapat menginginkan kebutuhan yang
terletak di atasnya, ialah kebutuhan mendapatkan ras aman dan seterusnya.
Hierarki kebutuhan manusia menurut Maslow ini mempunyai implikasi yang penting
yang harus diperharikan oleh guru pada waktu ia mengajar anak-anak. Ia
mengatakan bahwa perhatian dan motivasi belajar ini mungkin berkembang kalau
kebutuhan dasar si siswa belum terpenuhi.
3. Teori
Humanistik Carl Rogers
Seorang psikolog humanistik yang menekankan perlunya
sikap salaing menghargai dan tanpa prasangka dalam membantu individu mengatasi
masalah-masalahkehidupannya. Menurut Rogers yang terpenting dalam proses
pembelajaran adalah pentingnya guru memperhatikan prinsip pendidikan dan
pembelajaran.
Ada beberapa Asumsi dasar teori Rogers adalah:
Kecenderungan formatif; Segala hal di dunia baik organik maupun non-organik
tersusun dari hal-hal yang lebih kecil; Kecenderungan aktualisasi;
Kecenderungan setiap makhluk hidup untuk bergerak menuju ke kesempurnaan atau
pemenuhan potensial dirinya. Tiap individual mempunyai kekuatan yang kreatif
untuk menyelesaikan masalahnya.
D. Aplikasi
dan Implikasi Humanisme
1. Guru
Sebagai Fasilitator
a. Psikologi
humanisme memberi perhatian atas guru sebagai fasilitator.
b. Fasilitator
sebaiknya memberi perhatian kepada penciptaan suasana awal, situasi kelompok,
atau pengalaman kelas
c. Fasilitator
membantu untuk memperoleh dan memperjelas tujuan-tujuan perorangan di dalam
kelas dan juga tujuan-tujuan kelompok yang bersifat umum.
d. Dia
mempercayai adanya keinginan dari masing-masing siswa untuk melaksanakan
tujuan-tujuan yang bermakna bagi dirinya, sebagai kekuatan pendorong, yang
tersembunyi di dalam belajar yang bermakna tadi.
e. Dia
mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk belajar yang paling luas
dan mudah dimanfaatkan para siswa untuk membantu mencapai tujuan mereka.
f. Dia
menempatkan dirinya sendiri sebagai suatu sumber yang fleksibel untuk dapat
dimanfaatkan oleh kelompok.
g. Di dalam menanggapi ungkapan-ungkapan di dalam
kelompok kelas, dan menerima baik isi yang bersifat intelektual dan sikap-sikap
perasaan dan mencoba untuk menanggapi dengan cara yang sesuai, baik bagi
individual ataupun bagi kelompok
h. Bilamana
cuaca penerima kelas telah mantap, fasilitator berangsur-sngsur dapat
berperanan sebagai seorang siswa yang turut berpartisipasi, seorang anggota
kelompok, dan turut menyatakan pendangannya sebagai seorang individu, seperti
siswa yang lain.
i. Dia
mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok, perasaannya dan juga
pikirannya dengan tidak menuntut dan juga tidak memaksakan, tetapi sebagai
suatu andil secara pribadi yang boleh saja digunakan atau ditolak oleh siswa
2. Aplikasi
Teori Humanistik Terhadap Pembelajaran Siswa
Aplikasi teori humanistik lebih menunjuk pada ruh atau
spirit selama proses pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang diterapkan.
Peran guru dalam pembelajaran humanistik adalah menjadi fasilitator bagi para
siswa sedangkan guru memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna belajar
dalam kehidupan siswa. Guru memfasilitasi pengalaman belajar kepada siswa dan
mendampingi siswa untuk memperoleh tujuan pembelajaran.
Siswa berperan sebagai pelaku utama (student center) yang
memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan siswa memahami
potensi diri, mengembangkan potensi dirinya secara positif dan meminimalkan
potensi diri yang bersifat negatif.
Pembelajaran berdasarkan teori humanisme ini cocok untuk
diterpkan pada materi-materi pembelajaran yang bersifat pembentukan
kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena
sosial. Indikator dari keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa senang
bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjaadi perubahan pola pikir,
perilaku dan sikap atas kemauan sendiri. Siswa diharapkan menjadi manusia yang
bebas, berani, tidak terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur pribadinya
sendiri secara bertanggungjawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau
melanggar aturan, norma , disiplin atau etika yang berlaku.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Bruner
menekankan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru
memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan,
atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupan. Bruner
meyakini bahwa pembelajaran tersebut bisa muncul dalam tiga cara atau bentuk,
yaitu: enactive, iconic dan simbolic. Pembelajaran enaktif mengandung sebuah
kesamaan dengan kecerdasan inderawi dalam teori Piaget.
2. Belajar
bermakna adalah suatu proses belajar di mana informasi baru dihubungkan dengan
struktur pengertian yang sudah dipunyai seseorang yang sedang belajar.
Sedangkan belajar menghafal adalah siswa berusaha menerima dan menguasai bahan
yang diberikan oleh guru atau yang dibaca tanpa makna. Sebagai ahli psikologi
pendidikan Ausubel menaruh perhatian besar pada siswa di sekolah, dengan
memperhatikan/memberikan tekanan-tekanan pada unsur kebermaknaan dalam belajar
melalui bahasa (meaningful verbal
learning).
B. Saran
1. Dengan
memahami toeri kognitif social dan humanistic, guru mampu menekankan proses
belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif.
2. Dengan
memahami toeri kognitif social dan humanistic, guru terbantu untuk menemukan
suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia
jumpai dalam kehidupan.
DAFTAR PUSTAKA
Budiningsih,
C.A. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Rineka Cipta.
Wirawan
Sarwono, Sarlito.2002. Teori-teori Psikologi Sosial. Jakarta: Raja Grafindo
Jaya
0 Komentar untuk "TEORI KOGNITIF DAN HUMANISTIK DI SEKOLAH DASAR"